Pedagang kaki lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyambut penjaja dagangan yang melakukan kegiatan komersial diatas daerah milik jalan (DMJ/trotoar) yang seharusnya diperuntukan untuk pejalan kaki .Ada pendapat yang menggunakan istilah PKL untuk pedagang yang menggunakan gerobak, istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah tiga roda, atau dua roda dan satu kaki kayu. Menghubungkan jumlah kaki roda dengan istilah kaki lima adalah pendapat yang mengada-ada dan tidak sesuai dengan sejarah. Pedagang bergerobak yang mangkal secara statis di trotoar adalah fenomena yang cukup baru sekitar 1980an, sebelumnya PKL didominasi oleh pedagang pikulan (penjual cendol, pedagang kerak telor) dan gelaran (seperti tukang obat jalanan).
Keberdaan PKL ini memang pro dan kontra disatu sisi, kita sering terbantu dengan keberadaan PKL, jajanan murah, produk sehari-hari. Kelas menengah ke bawah sangat bergantung pada komoditas yang dijajakan oleh PKL ini. Disisi lain keberadaan mereka menimbulkan kesemrawutan, mengganggu pemandangan, jualan disembarang tempat, menyisahkan sampah, menimbulkan kerumunan yang mengganggu arus lalu lintas, hingga merampas hak pejalan kaki karena kebanyakan mereka jualan di trotoar sehingga menjadi sasaran petugas trantib karena berjualan dipinggir jalan yang bukan area untuk jualan, dauber-uber untuk ditertibkan, hilang sebentar, muncul lagi, kucing-kucingan dengan petugas. Sama halnya seperti yang dialami oleh PKL di Cirebon yaitu sebelum  PKL ditertibkan, para PKL itu berjualan didepan alun-alun dan disekitar masjid dan itu cukup mengganggu bagi kenyaman  disekitarkhirnya. Dan akhirnya para PKL itu dipindahkan ke samping utara dan diberinama Forum PKL (FPKL), namun para pedagang kaki lima (PKL) alun-alun kejaksan memilih keluar dari Forum PKL. Wadah yang selama ini menaungi para PKL itu tidak lagi digunakan sebagai tempat sandaran. Disebutkan, hal ini merupakan hal wujud kekecewaan, karena forum tidak mampu memperjuangkan secara optimal  kepentingan para pedagang. Ketua asosiasi PKL Indonesia (APKLI) Cirebon, Asep Rambo mengakui, PKL alun-alun keluar karena ingin mandiri. Saat ditanya soal hubungan rencana penertiban dan pengunduran diri pedagang dari  FPKL, Asep tidak menjelaskan banyak. Dia kembali menyebut bahwa pedagang sekedar ingin mandiri. Hingga berita ini diturunkan , PKL alun-alun Kejaksan masih berjualan seperti biasa. Mereka seolah-olah tidak memperdulikan surat teguran dari Satpol PP. bahkan dalam satu kesempatan, PKL alun-alun bergegas membawa dagangan dan gerobaknya usai sholat subuh.  Mereka mendapatkan informasi akan ditertibkan di pagi itu. Dengan demikian, harapan mereka saat petugas Satpol PP datang ke lokasi alun-alun, PKL sudah tidak ada. Setelah Satpol PP pergi, para pedagang kembali ke lokasi. Di tempat perindustrian Pedagang Koperasi UMKM (Disperindagkop) Kota Cirebon telah melakukan koordinasi dengan SKPD bersama berbagai organisasi PKL berkunjung ke Surabaya ‘’kami ingin mereka ada gambaran dan kesepahaman. Bahwa penataan PKL itu bukan penggusuran, tetapi relokasi’’